Bangkit dari Pengalaman Traumatis Pasca Perceraian dan Kehilangan Orang tua

April 18, 2023

  

Memiliki orang tua yang utuh dan harmonis adalah impian semua anak. Kenyataannya tidak semua anak memperoleh keberuntungan tersebut. Perceraian orang tua saja sudah memberikan pengalaman traumatis bagi anak. Apalagi kehilangan orang tua untuk selama-lamanya tentunya memberikan tambahan luka batin bagi anak. 

Anak dengan korban perceraian dan kematian kedua orang tua akan mengalami kesepian, kurangnya kasih sayang, rendahnya harga diri, sulit percaya dengan orang lain dan masalah ekonomi. Apalagi pasca kejadian traumatis tersebut anak dititipkan pada keluarga dengan menerapkan pola asuh Authoritaran (Otoriter) yang kerap melakukan kekerasan baik fisik maupun Psikologis. Maka sangatlah besar kemungkinan terjadinya penyimpangan perilaku karena anak kehilangan figure penting dalam hidupnya.

Bukan berarti dengan pengalaman traumatis tersebut anak kehilangan harapan untuk membangun masa depannya. Lalu berlarut menikmati kesedihan yang sulit untuk dihilangkan. Dibutuhkan suatu kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri setelah kejadian trauma yang menimpanya. Pengalaman traumatis dapat memicu munculnya masalah psikologi seperti depresi dikemudian hari.

Sebuah Artikel Penelitian yang dilakukan oleh Yuni Kartika tahun 2017 yang diterbitkan oleh International E-Journal of Advances in Social Sciences, bahwa Resiliensi menjadi modal Psikologis bagi seseorang yang telah mengalami kejadian traumatis. Ketahanan hidup (resilience) menjadi konsep positif yang meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatasi kejadian-kejadian negatif yang dialami dalam hidupnya. Resiliensi merupakan kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika berhadapan dengan kesengsaraan atau kejadian trauma.

Resiliensi adalah konsep psikologis yang sangat kompleks dan tidak mudah untuk membangunnya dalam diri. Setidaknya ada 7 skill yang menyertainya, yaitu
1. Kemampuan meregulasi emosi,
2. Pengendalian impuls
3. Optimis
4. Kemampuan menganalisis penyebab masalah
5. Empati
6. Self efficy, yaitu percaya pada kemampuan diri sendiri untuk memecahkan masalah secara efektif
7. Reaching Out, merupakan kemampuan seseorang untuk membentuk suatu hubungan dengan orang lain dalam rangka membantu dalam meyelesaikan masalah.

Resiliensi bisa dibangun dan dilatih. Dibutuhkan rasa penerimaan, keyakinan dan lingkungan yang positif yang mendukung untuk bangkit dari kejadian traumatis tersebut.

Kegiatan positif yang bisa membantu seseorang  bangkit dan menerima kejadian traumatis dalam hidup adalah terlibat dalam kegiatan sosial. Seperti relawan mengajar, pengabdian masyarakat, relawan kebencanaan, mengikuti acara keagamaan dll. Kegiatan ini membantu seseorang berinteraksi dengan banyak orang dan mengamati kejadian hidup diluar dari dirinya sebagai refleksikan hidup.

Dengan megikuti kegiatan sosial juga dapat menghilangkan rasa kesepian dan membangun relasi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan minat. Kemampuan menemukan seseorang yang tepat dalam menyelesaikan masalah (reaching out) juga dapat dijembatani dengan kegiatan-kegiatan sosial ini. Dengan mengikuti banyak kegiatan sosial yang positif mampu memberikan energi positi agar fokus dalam menciptakan prestasi.
 
Sumber

Kartika, Y. (2017). Resilience: phenomenological study on the child of parental divorce and the death of parents.  IJASOS- International E-Journal of Advances in Social Sciences 3( 9),1035-1042.

Share this :

Pernah berkarir sebagai Dosen Psikologi, dan budak korporat. Saat ini menjadi ibu rumah tangga nyambi menulis di blog, creator di Youtube dan konsultan di komunitas parenting.

Previous
Next Post »
0 Komentar