Didalam ilmu Psikologi kita mengenal
teori Reinforcement yang dipopulerkan oleh B.F Skinner. Didalam
keseharian masyarakat mengenalnya dengan reward dan punishment, merupakan
sebuah cara yang digunakan untuk mendisiplinkan perilaku anak. Ketika anak
melakukan perbuatan yang diharapkan maka diberikan hadiah (reward), namun jika
anak melakukan perilaku yang tidak diharapkan maka diberikan hukuman
(punishment).
Kali ini saya ingin fokus membahas tentang metode punishment saja. Pemberian hukuman kepada anak kerap mengundang kontroversi di masyarakat. Sebut saja hukuman fisik, di suatu daerah dengan budaya tertentu orang tua yang memberikan hukuman fisik sudah dianggap hal yang lumrah. Namun di lain daerah jangankan hukuman fisik, membentak saja bisa di lapor ke polisi.
Seringkali orang tua bereksperimen dengan berbagai metode untuk mendisiplinkan perilaku anak. Tentunya hukuman fisik dan verbal sedikit banyak pernah diberikan. Namun benarkan kita sebagai orang tua tidak boleh memberikan hukuman ?
Yang harus dipahami adalah pemberian hukuman ini adalah cara terakhir yang diberikan Ketika semua metode sudah diberikan kepada anak. Kenapa pada akhirnya harus diberikan hukuman? Supaya dengan merasakan pedihnya hukuman anak bisa menyadari nilai kasih sayang diberikan orang tuanya sebelum dia dihukum. Hukuman juga mengajarkan anak pentingnya menjadi anak yang patuh atau ta’at.
Kita pahami terlebih dahulu makna hukuman, yaitu anak dihukum karena pendidikan bukan siksaan. Kita temukan bahwa ada anak yang bisa menerima pengajaran ada yang tidak. Ada anak pemalu, ada juga yang tidak malu-malu. Ada anak yang giat belajar, ada juga yang malas dan tidak suka belajar. Ada anak yang semangat belajar jika dipuji, ada juga yang mau belajar setelh di hardik oleh orang tua/guru. Orang yang memiliki perilaku yang buruk karena semasa kecilnya dilalaikan sehingga melakukan hal yang buruk adalah sebuah kebiasaan. Oleh karena itu penting sekali mendidik dan mengajak anak sewaktu mereka masih kecil. Karena anak kecil masih mudah diarahkan, menerima dan dipimpin.
Jika kita mendapati perilaku anak yang tidak baik terlebih dahulu kita koreksi pemahamannya. Nabi mengajarkan untuk menggunakan menyampaian yang lemah lembut dengan menggunakan panggilan terbaik untuk anak. Selain itu anak juga diajak berdialog untuk mengokreksi pemahamannya yang keliru dan memberikan penjelasan atas perilaku anak. Selanjutnya kita bisa mengoreksi kesalahan anak dengan memberikan contoh. Mengajarkan berbicara sopan maka terlebih dahulu orang tualah yang mencontohkan berbicara sopan ke anak.
Jika cara lemah-lembuh sudah diberikan
namun anak terus mengulang kesalahan yang sama maka dia harus dihukum.
Menghukum anak harus dengan pedoman dan tahapan. Berikut saya rangkum dari buku
Prophetic Parenting : Cara Nabi mendidik anak.
1. Tahap
pertama: perlihatkan hukuman itu didepan anak. Didalam buku tersebut menyebutkan
“cambuk/tongkat”. Cukup dengan melihatkan untuk mengoreksi kesalahan anak. Dalam
Riwayat Bukhari bahwasanya Nabi swt. memerintakan untuk menggantungkan cambuk
di dalam rumah. Diriwayat oleh “abdurrazzaq bahwasanya gantunglah cambuk
ditempat yang dapat dilihat oleh anggota keluarga agar mereka menurut.
2.
Tahap
kedua : menjewer daun telinga. Ini adalah hukuman fisik yang pertama untuk
anak. Anak mulai mengenali kepedihan akibat melakukan kesalahan, yaitu
telinganya dijewer.
3. Tahap ketiga : Memukul anak
Jika
kedua cara yaitu memperlihatkan tongkat atau cambuk dan menjewer tidak efektif untuk
mendisiplinkan perilaku dan anak terus mengulanginya maka lakukan tahap ketiga
ini. Namun perlu diingat pemberikan pukulan kepada anak ada kaidahnya. Pahami dengan seksama kaidah berikut:
- Pertama, dimulai dari usia sepuluh tahun lebih baik mundur diusia tiga belas tahun. Jika anak belum mencapai tersebut lakukan cara-cara sebelumnya dengan teliti dan penuh kesabaran. Kita pahami memukul anak dapat merusak otak dan psikologisnya bahkan banyuak memukul menjadikan anak kebal tehadap pukulan. Oleh karena itu hukuman harus diberikan dengan hati-hati bukan untuk melampiaskan kemarahan orang tua. Pukulan untuk pengajaran sama halnya dengan garam untuk makanan. Sedikit garam yang ditaburkan pada makanan dapat memberikan rasa yang lezat. Dalam hal Pendidikan yang dibutukan adalah pukulan dalam jumlah sedikit.
- Kedua, pukulan tidak lebih dari 10 kali.
- Ketiga, ciri-ciri alat untuk memukul, yaitu bentuknya sedang, antara ranting dan tongkat. Kelembannya sedang yaitu tidak terlalu basah agar tidak melukai kulit dan tidak telalui kering agar tidak menyakitkan karena terlalu ringkan. Jenis apapun bisa dipakai seperti kulit, akar, kayu, sandal, kain yang dipilin dll.
- Keempat, cara memukul dilakukan dengan kekuatan sedang, menyebar, tidak dilakukan di satu tempat. Antara dua pukulan beruntun, harus ada jeda waktu agar rasa sakit dari pukulan pertama mereda. Pemukul tidak boleh menganggat cambuknya tinggi sampai telihat ketiak, agar tidak menyakitkan.
- Kelima, tempat yang disarankan dipukul yaitu kedua kaki dan tangan, hindari area wajah, kemaluan dan kepala.
- Keenam, tidak boleh memukul disertai amarah.
- Ketujuh, berhentilah memukul bila anak menyebut nama Allah. Disini terdapat pelajaran bahwa anak sudah menyadari kesalahannya atau tidak sanggup menahan rasa sakit atau merasa sangat ketakutan.
Jika kita sebagai orang tua atau
pengajar yang melakukan hukuman fisik melebih pedoman yang disampaikan diatas
bisa dianggap sebagai kejahatan dalam Pendidikan anak dan termasuk kedalam
orang yang zalim. Semoga kita menjadi
orang tua yang terus memperbaiki, mengintrospeksi diri dan melembutkan hati kita
untuk mengasuh anak-anak kita sesuai dengan Al-qu’an dan hadis. Semoga anak
kita semua memiliki akhlak mulia seperti baginda Rasulullah SAW. Amin.
Menghukum anak itu boleh namun alangkah baiknya diundur bahkan ditiadakan. Karena nabi mencontohkan untuk berlemah-lembut kepada anak. Namun, ada takdir Allah yang menganugerahkan orang tua dengan anak yang berkarakter sulit diatur maka Allah berikan solusi pemberian hukuman dalam mendidik anak. Sebagai orang tua mari taati pedoman tersebut agar anak kita tumbuh dengan akhlak yang mulia.
Ya Allah,
berikanlah kami taufik dan hidayah-Mu agar dapat menghukm anak-anak kami sesuai
dengan cara yang Engkau Ridhai.
Referensi Bacaan:
Suwaid, M,N,A,H. Prophetic Parenting: Cara Nabi Mendidik
Anak. Yogyakarta: Pro-U Media, 2010.